Rumah sakit di Jakarta nyaris kehabisan stok darah O- saat kecelakaan Tol Cipali 2024. Insiden ini dorong percepatan plasma darah buatan—solusi potensial gantikan donor darah konvensional. Perusahaan seperti HemoTech targetkan produk mereka siap digunakan massal pada 2025.

Cara Kerja: Rekayasa Hemoglobin & Nanopartikel

Ilmuwan rekayasa hemoglobin dari protein ragi dan bakteri E. coli, lalu gabung dengan nanopartikel lipid untuk angkut oksigen. Plasma sintetis ini tahan 18 bulan (vs darah donor: 42 hari), berdasarkan uji fase III di AS.

Keunggulan: Universal & Aman

Plasma buatan cocok untuk semua golongan darah dan bebas risiko infeksi HIV/hepatitis. RS di Singapura sukses transfusi 120 pasien tanpa alergi. Teknologi ini juga stabil di suhu ekstrem, ideal untuk daerah terpencil.

Aplikasi Darurat & Militer

Tim medis Ukraina pakai plasma buatan untuk korban perang saat penyimpanan darah konvensional tak mungkin. Angkatan Darat AS pesan 50.000 unit untuk operasi 2025. Di Indonesia, BPOM uji terbatas pada pasien thalassemia.

Tantangan: Biaya Tinggi & Regulasi

Harga plasma sintetis capai Rp12 juta/liter—5x lebih mahal dari darah donor. Regulator Eropa perdebatkan etika bahan genetik mikroba. HemoTech bangun pabrik di Batam untuk turunkan biaya produksi 70% mulai 2025.

2025: Tutup 30% Kebutuhan Global

Ahli prediksi plasma buatan penuhi 30% kebutuhan darah dunia pada 2025, khususnya untuk darurat dan daerah minim donor. Meski belum gantikan fungsi sel darah putih/trombosit, teknologi ini jadi solusi krisis stok darah.

Dengan plasma sintetis, masa depan kedokteran tak lagi bergantung pada donor, tetapi pada bioreaktor dan rekayasa genetika.