thebignoisefestival.com – Tangis Nusmatun Marinah, ibunda almarhumah dr. Aulia Risma Lestari, pecah saat menyuarakan keadilan untuk anaknya. Dia terisak sambil meminta bantuan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, tempat anaknya menempuh pendidikan sebagai mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anastesi, untuk mencari keadilan.
“Tolong bantu saya mencari keadilan,” kata Nusmatun saat konferensi pers di Semarang, Rabu (18/9/2024). Nusmatun menangis histeris menceritakan kepedihan hatinya ditinggal sang anak saat menjalani pendidikan di PPDS Undip. Dia juga harus menerima kenyataan memilukan suaminya menyusul meninggalkannya setelah beberapa hari kepergian anaknya.
Kehilangan dua orang yang dia cintai membuatnya terpukul. Dia berharap adanya keadilan serta pihak yang bertanggung jawab atas kematian putrinya. “Anak saya sudah tidak ada. Anak saya sekolah cari ilmu tapi apa yang terjadi. Bukan hanya anak saya, suami saya juga. Saya minta keadilan,” ujarnya.
Nusmatun mengaku mengirimkan uang setiap bulan selama almarhumah anaknya yang mengikuti PPDS di Undip Semarang. Dari pengakuan almarhumah, uang tersebut untuk keperluan senior hingga angkatannya. Hingga bulan Agustus atau waktu dr. Aulia meninggal, keluarga masih mengirimkan uang yang jika ditotal mencapai Rp225 juta. Namun keluarga tidak mengetahui secara pasti penggunaan uang tersebut.
Sementara Kuasa hukum keluarga dr. Aulia, Misyal Achmad, mengaku optimistis kasus ini akan terbuka lebar dan ada tersangka dari bukti-bukti perudungan hingga pemerasan yang telah diberikan ke polisi. “Insya Allah tidak sampai 20 hari lagi akan ada tersangka terkait pemerasan. Kalau perundungan, pelapornya harus masih hidup. Ada tiga yang akan melapor namun butuh jaminan keamanan dari Kemenkes dan Kemendibud,” katanya.
Di sisi lain, penyidik Ditreskrimum Polda Jateng masih terus mengumpulkan bukti dan saksi. Sampai saat ini 34 saksi telah diperiksa dan dimungkinkan akan bertambah. Sebelumnya, mahasiswi PPDS Fakultas Kedokteran Undip Semarang meninggal dunia diduga bunuh diri di tempat kos Jalan Lempongsari, Kota Semarang. Korban yang ditemukan pada 12 Agustus 2024 diduga berkaitan dengan perundungan di tempatnya menempuh pendidikan.
Keluarga korban sudah melaporkan dugaan perundungan tersebut ke Polda Jateng pada 4 September 2024. Kasus ini telah menciptakan gegar di kalangan masyarakat dan menarik perhatian media massa, serta mengingatkan akan pentingnya keadilan dan transparansi dalam dunia pendidikan.