UNESCO secara resmi mengakui sabun Nablus sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia pada 31 Maret 2025, mencatatkan tradisi pembuatan sabun zaitun Palestina berusia 12 abad. Keputusan ini muncul setelah tim ahli dari 12 negara mendokumentasikan 72 tahap produksi manual, termasuk ekstraksi minyak zaitun dan pengeringan balok sabun di gua batu kuno. Sebaliknya, pemerintahan Trump mengusir 7 akademisi AS pendukung Palestina melalui program pengawasan akademik baru yang menargetkan kritikus kebijakan Israel.

Dinas Keamanan Dalam Negeri AS mencabut visa Dr. Sarah Al-Hadid, profesor studi Timur Tengah di Yale, saat transit di Los Angeles pada 29 Maret. Petugas menyita dokumen penelitiannya tentang revitalisasi industri sabun Nablus pasca-blokade Israel. Dua peneliti lain dari proyek Palestinian Heritage Digital Archive juga menghadapi deportasi dengan tuduhan “pelanggaran keamanan data”.

Pemerintah Palestina merespons dengan meluncurkan Nablus Soap Innovation Hub senilai $1,8 juta, menggabungkan teknik abad ke-9 dengan teknologi IoT untuk memantau suhu dan kelembapan selama produksi. Sementara itu, Kementerian Luar Negeri AS mencap pengakuan UNESCO sebagai “upaya politisasi budaya” dan memperketat pengawasan terhadap 15 akademisi yang meneliti konflik Israel-Palestina.

Lima puluh profesor AS dari universitas ternama mengutuk kebijakan ini dalam petisi terbuka. Mereka menuding pemerintah Trump melakukan “paradoks intelektual” – mendanai UNESCO sebesar $12 juta/tahun tetapi membungkam peneliti yang mendukung misi pelestariannya. Pakar hukum internasional Columbia University, Prof. Amanda Rhee, menyebut deportasi ini “serangan terhadap kebebasan akademik yang terkoordinasi”.

Insiden ini memicu unjuk rasa di 20 kampus AS, dengan mahasiswa membagikan sabun Nablus sebagai simbol solidaritas. UNESCO sendiri mengonfirmasi akan mempercepat digitalisasi 1.200 dokumen sejarah produksi sabun Palestina sebagai bentuk perlawanan. Dua kebijakan yang bertolak belakang ini menguak ketegangan antara diplomasi budaya global dan agenda realpolitik AS-Israel, sekaligus menguji komitmen internasional terhadap pelestarian warisan kemanusiaan.