China gelar latihan militer di Selat Taiwan (2-5 April 2025) uji sistem blokade AI generasi keenam. Armada 18 kapal perusak Type 055, 6 kapal selam nuklir Type 096, dan 120 drone Hai Long bentuk jaringan blokade 220 km. Platform Deep Blue Nexus 3.0 gabungkan data 12 satelit, 45 sensor bawah laut, dan 300 drone untuk ciptakan digital twin Selat Taiwan.
Sistem Quantum Shield 2025 proses 15 juta data/detik, identifikasi 1.500 kapal komersial/hari. Pada simulasi hari pertama, 80 drone Hai Long alihkan 45 kapal kargo ke rute alternatif dalam 12 menit. Kapal selam otonom Type 096 lacak 5 kapal selam Taiwan di kedalaman 800m, kirim koordinat ke meriam railgun kapal induk Fujian dalam 0,18 detik.
3 April, China demo teknologi quantum jamming blokir komunikasi kapal Taiwan dan ganggu GPS 120 pesawat komersial selama 47 menit. Kemenhan China klaim akurasi identifikasi target 98,7%, tapi bocoran Pentagon sebut 7 kesalahan: AI kategorikan 3 kapal riset Indonesia sebagai “musuh” dan arahkan rudal YJ-18 mengunci target 11 menit.
Taiwan luncurkan Anti-AI Decoy 6.0 di Pelabuhan Kaohsiung, hasilkan 5.000 sinyal radar palsu/jam pakai algoritma GAN. Jepang kerahkan kapal JS Maya dengan laser 150 kW yang lumpuhkan 30 drone China dalam radius 5km. Latihan AS-Jepang di Okinawa uji AI Countermeasure Suite yang kurangi akurasi prediksi China 40%.
Pakar MIT Lincoln Lab peringatkan: “Latihan ini buktikan AI bisa picu flash war akibat kesalahan interpretasi sistem otonom.” Simulasi RAND Corporation tunjukkan blokade AI penuh bisa hambat 89% perdagangan maritim Taiwan dan rugikan ekonomi global $15 miliar/hari.
China alokasikan $7 miliar untuk pengembangan fase dua, sementara AS dan sekutu percepat proyek AI Shield Initiative senilai $20 miliar. Latihan ini tandai pergeseran perang modern, di mana keputusan AI 1.000x lebih cepat dari respons manusia.