Pasukan Israel menghujani Beirut Selatan dengan serangan udara presisi pada 15 Juli 2024, menewaskan 4 warga sipil termasuk Ali Qasem (32), programmer kunci unit siber Hezbollah. Drone Hermes 900 meluncurkan dua rudal berpandu laser ke apartemen lantai 7 di distrik Dahieh pukul 02.15 dini hari, menghancurkan server dan perangkat komunikasi milik kelompok tersebut.

Intelijen Israel mengidentifikasi Qasem sebagai pengembang sistem Cyber Jihad v4.0 yang Hezbollah gunakan untuk serangan DDoS terhadap jaringan listrik Israel sejak Mei 2024. Reruntuhan bangunan menjebak dua tetangga Qasem, sementara ledakan kabel bawah tanah menewaskan seorang teknisi listrik yang sedang berusaha mematikan jaringan.

Hezbollah membalas dengan melontarkan 18 roket Falaq-2 ke pos militer Israel di Galilea Utara 6 jam kemudian. Sistem Iron Dome menembak jatuh 15 roket, tetapi tiga sisanya menghantam gudang amunisi dan melukai dua tentara. Kelompok ini juga meretas 120 situs web pemerintah Israel, menampilkan rekaman serangan Beirut disertai pesan ancaman: “Setiap tetes darah akan kami balas dengan banjir data.”

Pemerintah Lebanon mengajukan protes resmi ke DK PBB, menuding Israel melanggar Resolusi 1701. Menteri Luar Negeri Israel membenarkan serangan sebagai “operasi anti-teror preventif” dan mengklaim pihaknya mengirim peringatan SMS ke warga 30 menit sebelumnya.

Analis Beirut Defense Hub menemukan serpihan rudal bertanda “Spike Firefly III” – amunisi berpandu AI untuk eliminasi target bernilai tinggi. Serangan ini menghapus 92% data operasi siber Hezbollah, termasuk kode untuk menyusup ke sistem kontrol lalu lintas udara Israel.

Komite Palang Merah Internasional mendokumentasikan 17 bangunan rusak berat dalam radius 200 meter. Warga lokal menggelar unjuk rasa di depan Kedubes Prancis sambil membentangkan spanduk “Hentikan Perang Siber di Permukiman Kami”. Ancaman Hezbollah untuk menyerang pusat data Haifa memicu kekhawatiran eskalasi konflik Lebanon-Israel skala penuh.